Senin, 15 November 2010

Contoh Resensi Buku


Judul : Jejak-jejak Makna: Memasuki Kembali Rumah Kebahagiaan
Pengarang : Gede Prama
Penerbit : PT Gramedia Pustaka Utama
Tahun Terbit : 2004
Halaman : i-xvii + 292 Halaman

Meretas Kebahagiaan Ala Resi Manajemen
Oleh: Afthonul Afif


Kehidupan manusia ibarat bentangan gurun pasir yang sangat luas yang meninggalkan jejak-jejak kaki ketika kita lewati. Jejak-jejak kaki itu akan menunjukkan kepada kita sudah sejauh mana kita mengarungi samudra
gurun kehidupan. Di gurun pasir yang terhampar luas, kita dituntut mampu mengatasi suhu yang begitu panas dan melanjutkan perjalanan yang tidak berujung. Itulah kehidupan manusia. Penuh tantangan, cobaan, dan pengalaman menyedihkan. Sementara kita tidak mengetahui kapan perjalanan hidup kita berakhir.

Namun, bukan berarti hidup itu harus diratapi dan dibenci. Hidup harus terus dilalui dan dihayati. Hidup adalah anugerah Tuhan yang tiada terkira. Menolaknya merupakan kesalahan terbesar. Kendati tidak selamanya menyenangkan, hidup pasti tetap bermakna. Jejak-jejak makna tersebut hanya dapat dilihat, dibaca, dan dimaknai oleh mereka yang telah berhasil membuka jendela kepekaan.

Apabila jendela kepekaan telah terbuka, jangankan kelebihan, kekurangan dan kegagalan yang paling memalukan sekali pun dapat meninggalkan jejak-jejak makna yang berguna. Semuanya akan makin membuat kita mendatangkan kelimpahan makna yang mendalam jika direnungkan. Bahkan melalui penghayatan yang dalam, manusia makin memahami arti makna kesuksesan, menghargai pengorbanan dan perjuangan, serta membantu mengikis perasaan dan sikap sombong.

Penulis mengisahkan pengalaman kehidupan masa kecilnya yang ketika dilihat dengan penilaian objektif, bukanlah hidup yang serba berkecukupan. Penulis lahir sebagai bungsu dari tiga belas bersaudara di desa terpencil di Pulau Bali. Setelah sukses, Gede Prama menyadari bahwa jejak-jejak pengalaman masa kecilnya merupakan lautan inspirasi yang menuntunnya mencapai tangga kesuksesan. Gede Prama sukses memimpin
sebuah perusahaan swasta besar dan konsultan manajemen terpopuler.

Pengalaman akan keikhlasan untuk berbagi kasih dengan kedua belas saudaranya serta orang tuanya, mengilhami Gede Prama untuk menaklukkan segala bentuk egoisme.Dengan menggunakan semangat  kebersamaan dalam mengelola manajemen perusahaan, Gede Prama diberi anugerah sebagai salah seorang CEO yang paling berhasil di negeri ini.

Filsafat manajemen yang altruistik membuat Gede Prama mempunyai keunikan yang istimewa. Kesuksesan hidup bukanlah sekadar sebuah kemenangan yang dihasilkan individu dari ketatnya persaingan atau sekadar
menghindari kesusahan yang menyakitkan.

Kesuksesan lebih berbobot ketika individu yang bersangkutan mampu menaklukkan sikap angkuh dan  sombong manakala berhasil mencapai tujuan-tujuan hidupnya. Kesuksesan itu juga lebih tinggi saat dimilikinya
kemampuan melihat kegagalan sebagai sebuah cambuk yang menuntun orang untuk merenungkan perjalanan hidupnya. Kesuksesan yang bermakna adalah ketika keutamaannya dapat dirasakan oleh banyak orang, bukan bersifat individual.

Kesuksesan yang sejati adalah sebuah proses melatih, memahami jejak-jejak makna, sebuah jalan panjang yang tidak pernah selesai. Kesediaan berbagi dengan yang lain ketika mendapatkan kejayaan merupakan
hakikat kesuksesan. Begitu pula ketika menuai kegagalan tidak menyalahkan yang lain. Gede Prama bukanlah sekadar seorang resi manajemen yang mumpuni. Gede Prama adalah seorang bijaksanawan, penglihat, dan
penutur kehidupan yang jernih. Pesan-pesan kebijaksanaannya disampaikan dengan gaya bahasa yang ringan tapi berisi. Dia terkesan santun dan tidak pernah menggurui. Akhirnya, indah sekali ketika jejak-jejak makna dalam buku ini terlihat, terbaca, dan diikuti dengan tekun. Buku ini adalah refleksi (cermin) mendalam penulisnya tentang jejak-jejak makna dalam hidupnya. Ada sejumlah pintu kehidupan yang terbuka. Salah satunya adalah pintu kebahagiaan. Gede Prama mengibaratkan seorang ibu yang lama ditinggalkan putri kesayangannya. Rumah kebahagiaan membukakan pintu, melemparkan senyuman, mengundang dekapan dan pelukan:
“Ibu rindu kamu, selamat datang kembali di rumah kebahagiaan.”
Penulis adalah pendidik dan pustakawan di Kudus.
(Sumber: Jawa Pos, 12 Desember 2004, dengan
pengubahan)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar